Raja udang atau common kingfisher
merupakan sebutan umum bagi jenis burung pemakan ikan dari keluarga
Alcedinidae. Di seluruh dunia terdapat 90 spesies burung raja udang,
yang tersebar di daerah tropis di Afrika, Asia, dan Australasia. Separo
diantaranya, yaitu 45 spesies, bisa dijumpai di Indonesia. Kelompok
burung raja udang terdiri atas raja udang, pekaka (pekakak), dan
cekakak. Sebagian kicaumania menyebutnya burung tengkek. Tetapi tengkek
berbeda dari tengkek buto (tiong lampu biasa), karena karakter fisik, silisilah keluarga, dan suaranya berbeda.
Dari 45 spesies yang keluarga raja udang di Indonesia, beberapa jenis yang paling dikenal antara lain :
- Raja-udang erasia (Alcedo atthis)
- Raja-udang punggung-merah (Ceyx rufidorsa)
- Pekaka emas (Pelargopsis capensis)
- Cekakak batu (Lacedo pulchella)
- Cekakak belukar (Halcyon smyrnensis)
- Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris)
- Cekakak sungai (Todirhamphus chloris)
- Cekakak suci (Todirhamphus sanctus)
- Cekakak-pita biasa (Tanysiptera galatea)
Cekakak jawa banyak ditemukan di daerah pinggiran sungai di
hutan-hutan yang ada di Jawa dan Sumatera. Bulunya berwarna biru terang,
dengan campuran sedikit warna hitam pada bulu sayap dan kepala. Paruh
berwarna kemerahan, membuat burung ini terlihat cantik.
Burung cekakak jawa memiliki kemiripan dengan kerabatnya,cekakak
belukar. Perbedaan terletak pada warna bulu tubuhnya, di mana cekakak
belukar memiliki warna cokelat kemerahan mulai dari kepala, leher,
hingga perut dan bagian pantat.
—
Habitat dan perilaku raja udang
Secara keseluruhan, sebagian besar spesies yang termasuk dalam
keluarga kingfisher bukanlah burung yang layak dan cocok untuk
dipelihara. Sebab di alam liar, burung ini tidak lepas dari air, mulai
dari embung, sungai, hingga danau. Karena itu, tidak sedikit kicaumania
yang kesal karena beberapa kali memelihara raja udang tapi selalu
berakhir pada kematian. Namun, ada juga beberapa sobat kicaumania yang
mampu memelihara raja udang hingga setahun lebih.
Selain itu, faktor kegagalan dalam pemeliharaan burung ini terutama karena jarang yang mau menerima pakan
kering seperti voer. Akibatnya, pemilik harus selalu menyediakan pakan
berupa hewan yang biasa ditemukan di air maupun pinggiran sungai atau
kolam, seperti ikan, udang, katak, kepiting, berbagai jenis reptil, dan
sebagainya.
Burung ini biasa hinggap di dahan pohon dengan ketinggian 1-2 meter
dari permukaan air, untuk mengawasi mangsanya. Raja udang memiliki
penglihatan yang tajam dengan filter polarisasi, untuk memotong refleksi
air, sehingga lebih baik dalam melihat mangsanya. Begitu waktunya
tepat, dan dengan perhitungan cermat, ia akan menukik untuk menciduk
mangsanya dari dalam air. Sewaktu berada di dalam air, matanya akan
tertutup membran. Utu berarti ia sama sekali tidak melihat mangsanya,
dan hanya mengandalkan naluri dan perhitungan saja.
Setelah berhasil mendapatkan mangsanya, misalnya ikan, dia akan
menggigit ekor ikan dan memukulkan badan dan kepala ikan ke batu atau
dahan pohon agar mati. Dengan demikian, raja udang bisa memperkecil
risiko tersedak akibat mengkonsumsi ikan yang hidup.
Setelah menyantap mangsanya, beberapa menit kemudian, bagian yang
tidak dicerna oleh tubuhnya seperti tulang dan diri akan dimuntahkan
kembali. Satu satu kebiasaan burung ini adalah berdandan usai makan. Ia
akan mengolesi bulu-bulunya dengan minyak yang keluar dari tubuhnya,
sehingga bulu-bulu bersifat anti-air, dan bisa mengurangi risiko
tenggelam sewaktu berburu ikan di dalam air.
Raja udang termasuk burung penyendiri. Sifatnya sangat teritorial,
karena setiap hari harus mengkonsumsi makanan dengan porsi 60% dari
bobot badannya. Jika bobot badannya 50 gram, maka saban hari dia harus
memperoleh makanan seberat 30 gram! Hal itulah yang membuat burung ini
tidak cocok dipelihara dalam sangkar dan mudah mati.
Sifat teritorial juga membuat burung ini menjadi agresif ketika
melihat burung lain, termasuk pasangan dan keturunannya. Jika berkelahi,
burung raja udang akan mengunci paruh lawannya, dan berusaha
menenggelamkannya ke dalam air. Tetapi kasus ini sebenarnya jarang
terjadi. Meski sering berebut wilayah teritorial, sebagian besar
persengketaan berakhir tanpa perkelahian.
Perkembangbiakan
Selama musim kawin, raja udang jantan akan berburu ikan yang hasilnya
akan diserahkan pasangan atau calon pasangannya. Jika burung betina
menerima pemberian ikan, itu berarti dia menerima “pinangan” sang
pejantan.
Jika sudah berjodoh, mereka akan membangun sarang dengan memanfaatkan
lubang pohon ataupun di tebing curam pinggiran sungai dengan kemiringan
85-90 derajat. Bahkan ada juga yang menggunakan sarang rayap yang masih
aktif sebagai tempat bersarangnya. Kedalaman sarang sekitar 30-50 cm,
sedangkan ketinggian sarang umumnya 1-2 meter dari permukaan air.
—
Burung betina akan memasuki lubang tersebut dan mulai bertelur di
dalamnya. Jumlah telur rata-rata 2 – 4 butir, meski ada juga individu
yang bertelur hingga 7 butir. Induk betina akan mengerami telurnya
hingga menetas selama 18 – 21 hari. Anakan yang menetas dirawat bersama
oleh induk jantan dan betina. Setelah berumur 23 – 24 hari, anakan sudah
mulai mandiri.
Gerakan burung raja udang sangat lincah, dengan akselerasi tinggi
saat menukik untuk menyambar ikan di bawah permukaan air, seperti
mengingatkan kita pada kepakan sayap burung hantu yang nyaris tanpa
suara saat menyambar mangsanya. Hal itu dikarenakan paruh raja udang
memiliki bentuk yang mendukung seluruh gerakan berburu dan
akselerasinya. Bentuk paruh raja udang inilah yang menjadi inspirasi
insinyur Jepang dalam membuat kereta peluru cepat yang diberi nama Shinkansen, yang kecepatannya mencapai lebih dari 300km/jam.
—
Berikut ini rangkaian gambar ketika burung raja udang memulai proses perburuan mencari ikan.
—
Sobat kicaumania yang memelihara raja udang umumnya memanfaatkan burung ini sebagai masteran bagi murai batu, cucak hijau,
dan sebagainya. Sebab raja udang memiliki irama lagu yang cepat, rapat,
dan keras. Mereka terkadang tak jera jika raja udang piaraannya mati,
akibat kekurangan pakan hidup seperti ikan ( 60% ), udang ( 30% ), dan
selebihnya serangga dan reptil seperti kadal dan katak ( 10% ).
Nah, Om Kicau ingin mengingatkan satu hal. Kalau tujuannya sekadar
memaster, mengapa tidak menggunakan audio mp3 saja? Bukankah Anda bisa
mencarinya di berbagai situs internet, termasuk di omkicau.com? Jelas
lebih praktis, dan tidak perlu repot-repot menyediakan pakan hidup.
Yang lebih penting lagi, seluruh spesies dari keluarga raja udang (kingfisher) di Indonesia merupakan burung yang dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999. Jadi, lebih
baik cukup menggunakan suara raja udang atau tengkek dalam format mp3
daripada menggunakan suara burung aslinya.
Berikut ini suara burung raja udang yang bisa Anda download, atau didengarkan terlebih dulu:
- Suara kicauan burung raja udang | Download
- Suara Call burung raja udang | Download
—
Mari kita selamatkan plasma nutfah asli Indonesia.
—
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar