Salah satu kendala yang sering dialami para penangkar adalah burung
jantan dan betina tidak mau berjodoh. Umumnya, hal itu ditandai dengan
perilaku salah satu burung yang terlampau agresif, sering menyerang
calon pasangannya. Karena itu, sebelum mulai menangkar burung, ada
baiknya Anda cermati beberapa hal berikut ini, yang bisa membantu mengurangi perilaku agresif burung ketika hendak dijodohkan.
Penjodohan burung dilakukan ketika kita memiliki burung jantan dan
betina yang belum saling mengenal. Ketika burung hendak dijodohkan,
terkadang muncul berbagai permasalahan yang bisa menghambat rencana kita
dalam menangkar atau beternak burung.
Kasus yang sering terjadi adalah salah satu burung terlalu agresif
dan menyerang calon pasangannya. Bukan itu saja, sering terjadi pula
burung yang begitu agresifnya sampai calon pasangannya mati (terbanyak
pada murai batu). Korbannya bisa burung betina, tetapi bisa juga burung jantan.
Di sinilah sebenarnya trik-trik penjodohan harus diterapkan, antara
lain mengatur kondisi birahi dari burung jantan dan betina yang mau
dijodohkan.
Burung-burung kicauan seperti ciblek, murai batu, dan kacer
memiliki sifat teritorial. Sifat itu akan ditunjukkan terhadap burung
lain yang ada di dekatnya, baik jantan dan betina. Sebab, ia akan
menganggap sangkar dan aksesoris sangkar lainnya (wadah pakan, wadah minum, tenggeran) sebagai wilayah kekuasaannya yang harus dijaganya.
Pakan maupun air minum di dalam wadah masing-masing pun akan
dipertahankannya, agar jangan sampai ada burung lain yang mengambilnya.
Tanpa melalui proses perkenalan (prapenjodohan), burung akan menunjukkan
sifat terirotialnya dan akan mencoba mengusirnya, bahkan bisa berlaku
agresif dengan menyerangnya. Sifat teritorial akan hilang ketika burung
sudah benar-benar berjodoh.
Karena itu, ketika kita hendak menjodohkan burung, wajib melalui
tahapan pengenalan dulu. Dalam hal ini, burung jantan dan betina jangan
langsung dipertemukan, tetapi dipisahkan dulu dalam jarak cukup jauh
atau disimpan di lokasi yang tidak terlihat oleh masing-masing burung
selama beberapa hari (istilahnya “dipingit”, he.. he.. he.. ).
Dengan demikian, masing-masing burung hanya bisa mendengar suaranya.
Metode ini bisa meredam emosi dan sifat agresif burung, sekaligus
membuat burung jantan dan betina penasaran.
Beberapa hari kemudian, barulah kedua burung didekatkan. Proses
pendekatan ini dilakukan dengan menggantang sangkar burung jantan dan
sangkar burung betina dalam jarak 1 meter. Jika jantan atau betina mulai
menunjukkan rasa ketertarikan masing-masing, barulah sangkarnya
didempetkan / ditempelkan.
Saat kedua sangkar saling menempel, posisi tenggeran diusahakan
sejajar / segaris. Kalau posisi (tinggi) tenggeran berbeda, sebaiknya
diatur dulu sehingga ketinggiannya sama. Sebab, biasanya burung yang
sudah saling mengenal akan tidur dengan cara saling berdempetan.
Nah, berdasarkan pengalaman selama ini, burung yang sebenarnya sudah
terlihat akur dan saling berdekatan selama tahap pengenalan /
prapenjodohan pun terkadang masih menunjukkan sifat agresifnya saat
mulai dicampur dalam satu kandang. Karena itu, selama 1-2 hari setelah
disatukan, perlu pemantauan khusus guna mencegah salah satu burung
menyerang calon pasangannya.
Apabila salah satu burung tampak bersikap agresif saat sudah
disatukan dalam kandang penangkaran, maka yang bisa kita lakukan adalah
mengontrol birahinya dengan cara melakukan pengaturan extra fooding
(EF).
Jika burung jantan lebih agresif, kita perlu menaikkan porsi EF untuk
burung betina. Sebaliknya, kalau betina yang agresif, porsi EF untuk
burung jantan bisa ditambah.
Sifat agresif juga bisa muncul jika burung jantan dalam kondisi siap
kawin, sementara betinanya belum karena umur masih terlalu muda. Karena
birahi tak tersalur, si jantan akan terus mengejar betina yang ogah
diajak kawin.
Karena itu, sebelum menangkar, pastikan kedua calon induk sama-sama
sudah melewati umur dewasa kelamin. Lebih baik lagi jika betina berumur
minimal 1 tahun dan jantan minimal 1,5 tahun. Keduanya sudah dalam
kondisi birahi optimal dan emosi atau temperamen relatif stabil.
Sebagian besar burung kicauan sudah bisa kawin pada umur 7-9 bulan,
tapi menunda perkawinan lebih dianjurkan, sampai betina berumur 1 tahun
dan jantan 1,5 tahun.
Selain beberapa faktor di atas, ada juga sifat agresif pada calon
induk yang disebabkan gangguan hormonal, baik bersifat genetik
(keturunan) maupun non-genetik (biasanya pengaruh kualitas pakan). Ini
sama seperti manusia di mana perempuan bisa mengalami menstruasi pertama
pada umur 10 tahun, 11 tahun, bahkan ada yang sampai 14 tahun. Begitu
juga lelaki yang sebagian bisa mengalami mimpi basah pada umur 12 tahun,
13 tahun, dan seterusnya.
Pemberian kedua suplemen ini bisa dilakukan saat burung masih berada
dalam sangkar terpisah. Apabila diberikan ketika kedua burung sudah
berada dalam satu kandang, wah… bisa berabe, karena penggunaanya
bersifat khusus berdasarkan jenis kelamin.
Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum Anda memulai
usaha penangkaran burung kicauan, sehingga proses penjodohan bisa
berjalan lancar.
Semoga bermanfaat.
Sumber : Om Kicau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar